Sunday, February 17, 2019

kalacakra



















Kali ini kita akan bahas mengenai salah satu rajah yang cukup terkenal di Jawa, yakni sebuah rajah yang bernama kalacakra.

Oya, buat kalian yang belum paham yang namanya rajah, bisa dijelaskan bahwa rajah adalah sebuah kalimat yang digoreskan pada media seperti kain, kertas, batu ataupun badan. Media yang digoreskan bisa menggunakan tinta, minyak bahkan darah.

Rajah esensinya adalah sebuah bentuk doa atau permohonan agar tercapai apa yang menjadi kehendak si pengguna rajah. misal ingin kebal senjata, disegani orang lain bahkan dicintai lawan jenis...

Rajah sendiri meskipun bertuliskan huruf arab belum tentu bersifat positif, bisa saja rajah tersebut memiliki energi negatif, karena semua tergantung orang yang membuatnya dan permohonan doa nya kepada siapa? Tuhan ataukah Setan?

Kita pahami dulu bahwa ilmu itu ada 2 macam, 1 yakni memohon kepada Tuhan, 2 mengikuti jalan setan. Semua mungkin bisa dikatakan sama tangguhnya, hanya kelak kompensasi yang didapat jelas beda, karena mengikuti jalan setan berati melawan aturan Tuhan.


Namun, jika diamati, banyak orang terjebak mengikuti jalan setan, karena aklerasi nya lebih cepat. Misal dengan ilmu Tuhan butuh waktu 20 tahun, namun dengan ilmu iblis hanya butuh waktu 2-3 tahun saja.

Kembali kepada Rajah Kalacakra. Kala/Kolo dalam bahasa jawa diartikan sebagai sial/sesuatu yang jahat, sedangkan Cakra adalah senjata dari Batara Kresna yang digunakan untuk memusnahkan sial/apes tersebut, jadi kalacakra diartikan sebagai penghancur sial/apes.

Seperti kisah ketika terjadi perselisihan antara Sultan hadiwijaya & haryo Penangsang, Sunan Kudus yg membela Haryo Penangsang menyiapkan sebuah kursi yg telah dirajah kala cakra utk diduduki Sultan Hadiwijaya.

Harapannya, setelah menduduki rajah kalacakra, sang sultan akan kehilangan kesaktian dan akan terkena sial. Tetapi malang karena tanpa sengaja Haryo Penangsang lah yang menduduki rajah tersebut yg dipercaya sebagai awal kekalahannya dlm melawan Pajang hingga akhirnya terbunuh.

Banyak versi mengenai bentuk rajah tersebut, terutama sejak berkembangnya Islam di tanah Jawa, sehingga oleh para Wali bentuk rajah itu banyak digubah tanpa mengurangi esensi.


 nah kalo versi aslinya kurang lebih seperti ini :
- YAMARAJA - JARAMAYA (siapa yang menyerang, berbalik berbelas kasihan)
- YAMARANI - NIRAMAYA (siapa datang bermaksud buruk, akan menjauh)
- YASILAPA - PALASIYA (
siapa membuat lapar akan malah memberi makan)
- YAMIRODA - DAROMIYA (siapa memaksa berbalik memberi) - YAMIDOSA - SADOMIYA (siapa yang salah, berbalik membuat jasa)
- YADAYUDA - DAYUDAYA (siapa memerangi berbalik mengajak damai)
dan yang terakhir adalah - YASIHAMA - MAHASIYA (siapa merusak berbalik menjadi membangun)

Oya, Masyarakat Jawa yang pada masa itu boleh dikatakan sudah berbudaya dan memiliki spiritual serta supranatural yang cukup tinggi. Dimana hal itu membuat para wali yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa menggunakan strategi pendekatan budaya serta “adu kaweruh”.

Orang Jawa tidak akan mempan dijanjikan syurga dengan iming - iming aneka ragam buah - buahan serta air yang mengalir karena tanah Jawa sendiri adalah tanah “syurga”. Beda dengan jazirah Arab yang notabene berupa hamparan gurun pasir serta gersang.


Namun ketika metode yang dilakukan oleh para wali menggunakan pendekatan budaya serta spiritual dan supranatural, maka berbondong - bondonglah masyarakat Jawa mulai belajar mendalami ajaran agama Islam.

kembali kepada konteks Rajah Kalacakra, bisa jadi Sambharabhudhara atau yg lebih dikenal dengan nama Borobudur & merupakan Candi yang juga berfungsi sebagai penunjuk waktu dikala itu adalah wujud dari Rajah Kalacakra ber skala besar.

Dimana harapannya wilayah Jawa Tengah menjadi daerah yg selalu damai serta jauh dari segala angkara. Terlepas dari semua itu patut menjadi perhatian bahwa Rajah kalacakra yg memiliki makna roda raksasa simbol waktu serta melambangkan 8 penjuru arah mata angin.

merupakan gubahan para leluhur Jawa dimana rajah kalacakra adalah sebuah “energi tak kasat mata” yang merubah sebuah keburukan menjadi kebaikan dan diyakini memiliki khasiat bakal membawa "pengapesan" terhadap orang yang melakukan Kejahatan atau pun penghinaan.

No comments:

Post a Comment