Sunday, February 17, 2019

Kuntiverse




kisahtanahjawa


Pada episode pertama ini, Juru Kunci (Jurkun) akan menjembatani dalam berkomunikasi dengan sosok ratu kuntilanak, dia adalah Tugini atau nama bekennya Tamara. Sosok ayu bergaun hitam serta bermahkota itu bersedia untuk hadir dan Jurkun wawancarai, terkait terpilihnya sebagai Miss Kuntiverse. Sama seperti di alam manusia yang dilakukan setiap satu tahun sekali, pemilihan ratu kuntilanak sejagad inipun digelar serupa setahun sekali, tapi yang berbeda, setahun untuk di alam sana sebanding dengan seribu tahun di alam nyata. Setelah Jurkun persingkat, dari pembicaraan kami bedua, Tugini menyampaikan untuk kriteria bagi peserta dalam kontes tersebut harus memenuhi tiga karakter, yaitu usia, penampilan dan kemampuan. Peserta-peserta yang turut hadir merupakan kontestan kuntilanak yang berasal tak hanya dari dalam negeri saja, bahkan datang dari negeri seberang. Sebagai “juri utama” dalam kontes ini, turut hadir mantan-mantan Miss Kuntiverse, dan tentunya ada yang datang dari salah satu kota besar di Kalimantan. Jembatan layang yang menjadi venue dari acara ini, dalam pengelihatan mata ketiga, disulap layaknya sebuah catwalk yang cukup cantik dan meriah.

Dalam klasifikasi species kuntilanak sendiri asal-usulnya sangat beraneka ragam, dari yang pure bangsa jin hingga qorin beraura negative orang meninggal tidak wajar, lantas tertarik dan menjelma menjadi sosok ini. Dalam dimensi mereka, lantas akan tercipta sifat, karakter dan “gaun” yang berbeda-beda mengikuti aura bawaannya, selain “usia’ juga akan berpengaruh terhadap pembentukan tersebut. Tugini menyampaikan, usia harus lebih dari seribu tahun, penampilan dalam hal ini mampu merubah seribu wujud (rupawan dan tidak bertaring, memyeramkan atau pucat pasi) dengan kemampuan ekstrim dapat menjerumuskan manusia yang lupa akan Tuhan-nya. Menjerumuskan dalam hal menggoda iman manusia, untuk kemudian memuja atau memelihara dalam tujuan tertentu (ngilmu, susuk atau pesugihan) sampai merasuk ke alam bawah sadar dan menganggu seperti saat berkendara, kemudian menyebabkan kecelakaan.

 Tugas seorang Ratu Kuntilanak ialah mengendalikan daerah sekitar koloninya serta membawahi Kuntilanak lain bergaun putih, jingga, kuning, hijau, biru, ungu, pink bahkan sampai merah. Kuntilanak bergaun “mambo” ini boleh disebut juga kuntirangers. Kerajaan mereka biasanya berada di hutan dengan pohon besar dan lebat atau gua hingga lereng gunung, akan tetapi untuk saat ini bahkan ada yang di jembatan layang (fly-over) di perkotaan atau jalan lingkar luar. Hal tersebut disebabkan dari kisah sejarah sebelumnya, yang mana dahulu sebelumnya area jembatan tersebut merupakan hutan belantara, lantas dibuka untuk dibangun jalan raya atau rel kereta api.

Sekilas tampak keanehan dengan jalan yang melintas di jembatan-jembatan tertentu itu, akan tetapi kasus lakalantas hingga bunuh diri, acap kali dijumpai, yang mungkin bisa dikaitkan dengan keberadaan dari “kerajaan kuntilanak” ini, selain sebab teknis atau human error. Dalam visualisai “mata ketiga” jalan yang melintasi jembatan itu tak ubahnya seramai pasar tumpah dengan sosok kuntilanak bergaun warna-warni, yang jalan mondar-mandir, terbang melayang, hanya sekedar duduk-duduk ditepian dinding pembatas bahkan sengaja menabrakkan diri sampai menumpang kepada pengendara yang sedang melintas. Jika kondisi tidak fokus, mengantuk, melamun atau lupa uluk salam dan membaca doa. Sosok kuntilanak ini bisa saja mengendalikan alam pikiran, memanipulasi kondisi jalan dan mendadak menampakkan diri (sebab kemudian terjadi kecelakaan) hingga lalu “mengikuti”. Jika tanpa sengaja melintasi jembatan maupun pohon besar ditepian jalan, yang mungkin memasuki “wilayah” mereka, ada baiknya membaca doa, fokus dan jangan lupa untuk bunyikan klakson sebanyak tiga kali ( klakson pertama dia berhenti, kedua dia melihat atau menengok dan ketiga dia akan berbalik).

Pesan teruntuk remaja putri yang sedang mengalami datang bulan, mohon sekiranya saat membuang pembalut, setidaknya dicuci bersih atau dibuang ditempat pembuangan yang layak, jangan jorok dan sembarangan. Sebab bangsa kuntilanak ini sangat senang dengan bau anyir darah, mereka memiliki penciuman dengan radius bahkan terjauh hingga sepuluh ribu kilometer. Ketika ada pembalut anyir yang dibuang sembarangan atau tertinggal di kamar kecil, lantas mereka akan datang untuk nge-fly bareng menghisapi bau anyir tersebut.
Salah satu mantra “pengundang” dapat dengan tembang pemanggil kuntilanak yang akan cocok jika ditembangkan saat tengah malam dalam suasana hujan gerimis. Jika “dia” datang, maka akan diawali terdengar suara anak ayam atau bau bunga dengan wangi tipis yang pertanda dia dekat, akan tetapi jika bau bunga terang menyengat, pertanda dia jauh. Hal ini sama dengan suara khas tertawanya mereka yang cukup memekakan telinga.

Berikut cuplikan lirik-nya :
…nalikane udan gerimis
nora katon sinar rembulan
wis wanci ndalu
ingsun durung bisa nendro
celuk sliramu
mara mrene
genduk sing ayu dewe
sliramu sing nang kana
aja pada sirna
aja pada sirna
pada mara mrene...

No comments:

Post a Comment