Wednesday, March 14, 2018

Panggilan Hidup


Kisah atau berita ini saya sudah pernah baca beberapa tahun lalu di salah satu majalah katolik..tetapi setelah itu kebetulan dapat lagi beritanya...

Dua putra yang dipersiapkan mewarisi usaha di bidang konstruksi baja, memutuskan masuk biara, menjadi pastor. Tuhan memanggil sewaktu mereka studi lanjut di Amerika.

Suatu malam di pengujung 2004, Edwin Bernard Timothy terjaga dari lelap. Lantas, tak sengaja ia menonton film “The Song of Bernadette” di layar kaca. Keutamaan sikap Santa Bernadet yang mengemuka dalam film hitam putih produksi tahun ‘50-an itu, menyentuh nurani pemuda yang tengah studi S2 bidang geography information system di Universitas Buffalo, New York State, Amerika Serikat ini.

“Ada sesuatu yang indah, sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya,” ungkapnya saat ditemui di kediaman orangtuanya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis, 6 Juni 2013. Kisah Santa Bernadet itu membuat hidup rohani Edwin menggeliat. “Sejak itu, setiap hari saya berdoa rosario dan ikut Misa,” kenangnya.

Selanjutnya, pria kelahiran 25 Januari 1982 ini mendulang pengetahuan rohani dari beragam buku agama, hal yang sebelumnya tak terlintas di benaknya. Hingga suatu hari, ia membaca buku mengenai hidup bakti dalam Gereja Katolik. Panggilan membiara pun mulai menggelitik hatinya. “Saya merasa ‘klik’, saya tertarik menjadi biarawan,” ujarnya.

Enam bulan berselang, seusai studi S2, Edwin memilih ordo. “Saya masuk Ordo Pengkhotbah (Dominikan),” katanya. Seiring bergulirnya waktu, panggilan yang ditelusuri Edwin bermuara pada 24 Mei 2013, tatkala Mgr Christopher Cardone OP menahbiskannya menjadi imam Dominikan di Gereja St Dominic, Washington DC, Amerika Serikat.

Seperti di Surga
Ketika pertama kali Edwin menjejakkan kaki di Biara Suster-Suster Dominikan di Buffalo New York State, kekaguman menyergapnya. “Suster suster Dominikan sedang mendaraskan Mazmur dan lagu-lagu Gregorian dengan begitu indah. Saya seperti berada di surga,” ujar Edwin sembari melepas tawa.

Namun, seulas kekhawatiran tak sanggup berkhotbah mengganjalnya. “Lalu, saya memohon kepada Tuhan, jikalau memang Dia memanggil saya, tolonglah saya.” Setelah itu, batin Edwin terasa lapang. Juli 2006, Edwin masuk biara. “Saya bersyukur, orangtua menerima keputusan saya.”

Dengan keteguhan hati, Edwin meniti titian imamat. “Bagi saya, panggilan ini merupakan life time commitment. Meski sejak awal saya tak pernah ragu,” ucap alumnus SMP dan SMA Kanisius Menteng, Jakarta Pusat ini.

Ternyata, hidup membiara juga mempesona sang kakak, Cornelius Leo Adrianus. Cornelius, yang sebelumnya selalu tinggal satu rumah dengan Edwin di Negeri Paman Sam, kerap ikut membaca buku-buku rohani milik adiknya. Ia juga mengikuti siaran-siaran rohani di saluran televisi Katolik setempat.

Meski ia tengah studi S3 bidang geography information system di kampus yang sama dengan kampus adiknya, niatnya masuk biara tak terbendung. “Saya mulai merasakan ada konflik antara hidup profesional saya dengan hidup rohani,” tandas Cornelius yang sudah menjadi dosen di kampusnya.

Setahun setelah Edwin masuk Biara Dominikan, Cornelius masuk Ordo Community of St John (CSJ). Di biara, Cornelius mendapati irama hidupnya sungguh berbeda dengan sebelumnya. “Tapi, saya bahagia karena hidup lebih realistis. Dulu, semua yang saya butuhkan bisa saya beli. Sekarang, semua yang saya butuhkan harus saya kerjakan sendiri,” ucap pria yang saat ini menjadi frater CSJ di Perancis.

Pria kelahiran 30 Juli 1980 ini mengibaratkan panggilan hidupnya sebagai mutiara. “Tuhan memberikan mutiara kepada kami, dan untuk itu, kami harus meninggalkan semua yang kami miliki.”

Luar Biasa
Semula, orangtua Cornelius dan Edwin, Aloysius Sanjaya dan Esther Widyawati, tak pernah menangkap semburat tanda bahwa kedua putranya bakal masuk biara. Semasa di Jakarta, mereka enggan berhimpun dalam Putra Altar atau Orang Muda Katolik (OMK). “Hidup rohani kami biasa-biasa saja, hanya masuk gereja setiap Minggu,” tutur Esther.

Namun, sejak kecil, perilaku Cornelius dan Edwin cenderung tak merepotkan orangtua. Mereka tak pernah bertengkar atau iri hati. Nyaris tak ada tangis anak-anak di rumah keluarga Sanjaya. “Dulu, saya merasa semua itu wajar saja. Tetapi, belakangan saya tersadar bahwa mereka memang spesial,” kenang Esther.

Sejak awal perkawinan, 1979, pasangan ini merintis usaha konstruksi baja. “Kami bekerja keras mengembangkan usaha demi anak-anak,” kata Sanjaya. Selepas SMA, mereka mengirim Cornelius dan Edwin ke Amerika Serikat guna menuntut ilmu agar kelak bisa meneruskan usaha. Ternyata, jalan hidup bertutur lain…. “Rencana saya dengan rencana Allah berbeda. Tapi, saya meyakini, rencana Allah pasti yang terbaik,” tegasnya.

Berbagai komentar pun menyinggahi telinga Sanjaya dan Esther karena Cornelius dan Edwin tak mungkin meneruskan usaha. Tak sedikit yang menganggap realita ini musibah, terlebih karena garis keturunan mereka tak berlanjut. “Tetapi, kami menerimanya sebagai rahmat Tuhan yang luar biasa,” tandas Sanjaya.

Sejak kedua putranya masuk biara, kehidupan iman pasangan ini bertumbuh. Mereka aktif dalam pelayanan di Gereja, khususnya di Paroki St Yakobus Kelapa Gading. Sementara, dalam mengepakkan sayap usaha, pandangan mereka bergeser. “Ada hak orang-orang lain pada rezeki yang kami terima,” tutur pasangan yang peduli pada pendidikan anak-anak tak berpunya ini. Di usia menyongsong senja, pasangan ini tetap giat berkarya.

Meski tak bisa mewariskan bisnisnya kepada Cornelius dan Edwin, tak ada selumbar pun sesal melekat di hati mereka. “Kami yakin, Tuhan yang telah memulainya dengan baik, akan menyelesaikannya dengan baik pula,” tukas Sanjaya.

Awal Juni 2013 ini, kebahagiaan menyelimuti pasangan ini karena kedua putra mereka datang ke Jakarta. Edwin yang baru ditahbiskan sebagai imam berkesempatan mempersembahkan rangkaian Ekaristi di beberapa kota, termasuk di kediaman orangtuanya pada Kamis siang, 6 Juni 2013. Kebersamaan ini tentu tak berlangsung lama karena Edwin dan Cornelius harus kembali ke biara masing-masing di Amerika dan Perancis.

Keikhlasan hati Sanjaya dan Esther mengiringi langkah kedua putra mereka....

hidupkatolik.com

No comments:

Post a Comment