Monday, April 16, 2018

NYEPI RING MERU SARIRA



Putu Yudiantara
NYEPI RING MERU SARIRA
Kakawin Dharma Śūnya menyenandungkan cerita tentang gunung, yang ditumbuhi 7 kembang komala, bersusun-susun dari kaki sampai puncak, dengan beraneka warna dan jumlah kelopak. Begitu Dharma Śūnya mengumpamakan Cakra dalam tubuh manusia.
Gunung itu tentu memiliki sungai. Ribuan jumlah sungainya, namun tiga yang paling utama, namanya Ida, Pinggala dan Shusumna. Dari mata airnya, air yang keluar tentu sangat jernih, namun kadang sungainya yang kotor dan bahkan tersumbat, sehingga alirannya menjadi terganggu.
Tersembunyi di bawah gunung tersebut sumber api yang demikian dahsyat; api Kundalini namanya.
Gunung menjadi perumpamaan indah untuk menggambarkan Sang Yogiswara, yang sedang melakukan perjalanan ke dalam dirinya.
Mungkin urainan inilah yang menginspirasi Ida Ktut Djelantik menuliskan kalimat "Jenek ring meru sarira" dalam Geguritan Sucita Subudinya.
Di Hari Raya Nyepi ini, saya bersama member Group Meditasi Tantra akan mengisinya dengan "Nyepi Ring Meru Sarira", menyepi dalam gunung diri, menikmati keharuman kembang komala dan kejernihan sungainya. Menyepi di pura suci dalam diri; hadir sepenuhnya bersama diri.
Jangan kan menghidupkan internet, berbicara pun kami tidak. Kami sedang "mona-brata", menutup mulut agar suara-suara kejernihan di dalam diri lebih terdengar. Sehari ini diisi dengan bermeditasi, dan berusaha mengkondisikan diri berada dalam kondisi meditatif selama seharian saat makan, minum, berjalan, melihat, mendengar, mengecap. Bukan hanya bermeditasi dengan Sadangga-yoga, namun menjalankan Buddyangga-marga; mencoba melatih "rasa niŋ tanpāmbêk".
Tujuannya sederhana saja. Sekedar untuk membuktikan pada diri bahwa ada cara lain untuk mengalami diri, cara lain untuk mengalami kehidupan. Cara yang membuat keseharian sebagai manusia biasa yang menjalankan "dharma kahuripan" lebih optimal. Sembah sujud pada leluhur Nusantara yang telah mewariskan Jalan Tantra nan indah ini.
Tidak ada Arca yang dipuja di "Meru sarira", cukup menjadikan "Swalingga" menjadi semakin jernih, sehingga "Sphatikajñāna" bersinar lebih terang. Swalingga adalah lingga di dalam diri, Atma Lingga sebutan lainnya. Inilah Lingga Kesadaran Murni, yang bebas dari segala pengkondisian fisik dan mental. Begitu literatur Tattwa menasehatkan.
Selama setahun, entah sudah berapa kali kita tenggelam dalam derasnya arus pikiran-perasaan. Duduk di sini saat ini, namun pikiran entah pergi ke mana; menjadi hantu dari masa lalu atau ilusi masa depan. Lingga Kejernihan tidak lagi jernih, karena berbagai warna melekat padanya; lalu aliran sungai di gunung diri pun menjadi kotor, tersumbat dan malah menjadi bencana. Kembang komala yang tumbuh di sana pun tertutup semerbak wanginya, bahkan layu setiap kelopaknya.
Sehari ini, kita menyepi. Menyepi di Meru diri, istirahat sejenak dari segala keriuhan batin, menutup diri sejenakd dari semarak dunia yang selalu menjadi "wisaya" bagi Indria. Bahkan kemeriahan ritual pun diistirahatkan, karena Hyang Maha Suci dalam diri berwujud keheningan, dan melalui keheningan Ia akan dikenali.
Jika anda berminat, silahkan bergabung di Group Meditasi Tantra. Banyak dari ribuan member di sana konon telah mendapatkan manfaat menerapkan "jalan kuno" yang dianggap usang, bagi kehidupan modern-nya.
Rahajeng Rahina Suci Nyepi _/|\_
#MeditasiTantra
#TantraNusantara
#TantricMeditation

No comments:

Post a Comment