Thursday, January 31, 2013

Micky Jagtiani, Seorang Raja di Timur Tengah


Cerita tentang Micky Jagtiani sungguh mengagumkan. Sangat kelas bahwa dia tidak lahir dalam keadaan penuh harta dan siapapun yang berjuang pada usia dua puluh tahunan dapat menjadikannya inspirasi dengan melihat usaha yang dilakukannya untuk mencapai puncak. Micky Jagtiani mengingat dengan baik kata terakhir yang disampaikan oleh mendiang ayahnya. “Saya tidak tahu bagaimana Micky dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari,” atau “Bagaimana ia akan bertahan hidup?”.
Ayahnya mengatakan hal tersebut bukan tanpa alasan. Ayahnya adalah seorang imigran yang pindah ke Kuwait bersama keluarganya, Ia berjuang keras untuk menyekolahkan Jagtiani sekolah keuangan di London. Akan tetapi anaknya tersebut telah gagal hingga tidak berhasil menyelesaikan sekolahnya. Micky juga suka meminum minuman keras dan seorang perokok berat . Untuk menopang hidupnya Ia membersihkan kamar hotel di Earls Court, sebuah daerah kumuh di London dan menjadi supir taksi hingga Ia hampir tak mampu melakukannya.
Saat Ia mengalami kesulitan keuangan Ia akhirnya kembali bergabung dengan keluarganya di Teluk Persia, dimana pada saat itu keadaan semakin memburuk. Kakak tertuanya Mahesh di diagnosa penyakit leukemia dan meninggal dunia beberapa ulan kemudian. Ayahnya juga meninggal tidak lama setelahnya karena diabetes, bahkan ibunya pun meninggal dunia karena kanker 1 tahun kamudian. “Dan itu adalah seluruh keluargaku. Anda belajar untuk terpisah dan Anda mengalami pengalaman yang sangat menyulitkan,” ucapnya. Micky Jagtiani berumur 21 tahun pada saat itu, tanpa keluarga dan masa depan yang jelas.
Dorongan pertama yang pertama kali muncul adalah kembali ke India, dimana Ia menghabiskan setengah masa mudanya, bekerja pada sebuah badan amal yang membantu kaum miskin. Akan tetapi Ia merasa memiliki kewajiban untuk mengambil alih sebuah took yang disewa kakaknya di Bahrain sebelum sakit. Dipenuhi keraguan diri dan kekhawatiran minim pengalaman dalam dunia retail, Jagtiani memutuskan untuk mengambil alih toko kakaknya. Berbekal $6000, hasil warisan yang ditinggalkan keluarganya Ia membuka took peralatan bayi dengan nama Babyshop. Hanya dengan satu orang pegawai Jagtiani mengerjakan hamper semuanya sendiri, mulai dari mengangkat barang, mengisi ulang barang yang kosong, bahkan mengepel lantai. Memulai usaha dengan sederhana, Jagtiani memfokuskan pada ribuan imigran Asia yang pindah ke Timur Tengah untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
Dua belas tahun kemudian, dengan enam took dan empat ratus pegawai Jagtiani membuat suatu keputusan untuk membawa keluarganya pindah ke Dubai. Sesampainya disana Ia membangun usaha retail bernama Landmark yang menargetkan pada konsumen pasar menengah. Kepindahan tersebut menghasilkan dividen besar seiring dengan menyebarnya Landmark Group di berbagai Negara termasuk beberapa Negara di Timur tengah, India, Pakistan, Cina, dan Spanyol dengan lebih dari enam ribu buah toko. Perusahan yang dimilikinya kini sudah menjadi salah satu perusahaan retail terbesar di Timur Tengah.
Jagtiani sendiri lebih memilih untuk memiliki hidup yang sederhana dan hidup yang tenang. Ia hanya memiliki satu buah mobil dan rumah sederhana di Dubai bersama istrinya. Kebiasaan yang Ia miliki adalah menonton film inspirasional pada malam hari. Tidak aneh jika kebanyakan film favoritnya adalah film yang bertema tentang pengorbanan. “Saya menjalani hidup seperti Gandhi”, ucapnya. Gaya hidup yang saya jalani sangat sederhana. Saya tidur di lantai, Saya menjalani hidup saya degnan satu buah kunci, saya sangat transparan, dan saya percaya kepada banyak konsep yang dimiliki Budha dan saya suka melakukan berbagai kegiatan social. Teman-teman saya yang memiliki uang memiliki banyak masalah, mereka akan merasa sangat kecewa jika mereka tidak pergi dengan penerbangan kelas satu. Mereka juga merasa gugup jika tidak menggunakan pakaian buatan desainer terbaik. Bagi saya hal tersebut terlalu matrealistis dan tidak penting. Kesederhanaan adalah bagi saya adalah rahasia untuk memiliki kedamaian. Jika saya mau, saya mampu untuk melakukan semuanya, tetapi saya tidak mempedulikan berbagai hal tersebut.

Hasrat untuk membalas budi kepada Negara asalnya nampaknya sangat bergejolak dalam dirinya. Ia memprkarsai sebuah badan amal untuk pendidikan lebih dari seratus ribu anak-anak di sekolah kumuh di India, dan hal ini juga dilakukan di beberapa yayasan yatim piatu.Ia berkata setiap ia pulang ke India, Ia akan tidur di lantai di yatim piatu ini, karena hal ini membuatnya merasa rendah diri.
Ia juga berkata: “Di India kesejahteraan terdistribusikan dengan sangat buruk. Perbedaan antara kaya dan miskin sangat terlihat. Saya pernah mengunjungi daerah kumuh di Bombay dimana anak-anak bekerja sebelas jam setiap hari dan hanya mendapat makan satu kali saja. Saya berada disana dari pukul sepuluh pagi hingga jam tujuh malam. Saya hanya duduk mencoba untuk mengerti mengapa kemiskinan dapat terjdi dan apa solusinya.
Diulai dari awal yang sangat buruk, hidupnya telah berubah menjadi sangat mengagumkan, diisi dengan kesuksesan. Akan tetapi dari cerita ini dapat dilihat konflik yang dimiliki Micky Jagtiani saat melihat perbedaan antara kekayaan yang begitu besar dengan kemiskinan yang ada dimana-mana. Ia adalah bilyuner yang sangat manusiawi.



No comments:

Post a Comment