Monday, March 30, 2020

Anak ajaib atau child prodigy


Anak ajaib atau child prodigy adalah seseorang yang pada usia dini telah mengembangkan satu atau lebih keahlian pada tingkat yang jauh melampaui norma untuk usia mereka. Seorang anak ajaib haruslah anak kecil, atau setidaknya berusia di bawah 18 tahun, dan memiliki keterampilan pada bidang yang menuntut usaha keras dan hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa terlatih.
Bakat alam yang dimiliki anak ajaib ditentukan oleh tingkat talenta yang mereka miliki pada usia mereka. Beberapa anak ajaib yang tergolong ekstrem adalah Wolfgang Amadeus Mozart dan Teresa Milanollo dalam musik; Bobby Fischer, Judith Polgar, Magnus Carlsen, Sergey Karjakin, Paul Morphy dan José Capablanca dalam catur; Carl Friedrich Gauss, Shakuntala Devi, Srinivasa Ramanujan, John von Neumann dan Terence Tao dalam matematika; Pablo Picasso dan Wang Ximeng dalam seni; dan Saul Kripke dalam filsafat.[3] Terdapat kontroversi mengenai pada usia berapa dan standar untuk menggunakan istilah anak ajaib.[butuh rujukan]
Dalam bahasa Inggris, istilah Wunderkind (dari bahasa Jerman: “wonder child”) terkadang digunakan sebagai sinonim untuk “prodigy”, terutama di media-media. Wunderkind juga digunakan untuk menyebut orang yang mencapai kesuksesan dan pujian di awal karier mereka sebagai orang dewasa
“Child Prodigy” atau anak ajaib merupakan istilah bagi anak yang memiliki kejeniusan atau keistimewaan yang setara atau bahkan melampaui orang dewasa. Di usia yang sangat muda, bahkan balita, anak prodigy mampu menyetarai kecerdasan ilmuwan-ilmuwan top di dunia.
Saul Aaron Kripke
Di dunia, mungkin hanya ada ratusan anak prodigy. Beberapa di antaranya mereka, yang namanya melejit seperti Saul Aaron Kripke (Amerika Serikat), anak berdarah Yahudi kelahiran 13 November 1940. Di usia empat tahun dia sudah menguasai Aljabar. Lulus sekolah dasar, dia telah menguasai Geometri, Filsafat, dan Kalkulus. Saat masih SMA dia pernah mengajar ribuan mahasiswa Universitas Harvard.
Elon Musk, lahir dan besar di Afrika Selatan tidak membuat ia menjadi gagap teknologi. Di usia 9 tahun, pria kelahiran 28 Juni 1971 ini membeli komputer pertamanya, Commodore VIC 20. Dia belajar pemograman dari buku “How to Program” hanya dalam waktu 3. Pada usia 12 tahun Elon berhasil menjual software game pertamanya, ‘Blastar’. Dia merupakan pendiri dan CEO Space Exploration Technologies Corporation (SpaceX), perusahaan transportasi luar angkasa AS, serta salah satu pendiri dan CEO perusahaan mobil listrik, Tesla.
Terrence Tao (Australia), di usia 2 tahun dia telah mampu menghitung aritmatika dasar. Pada usia sembilan tahun, pria kelahiran 17 Juli 1975 ini sudah mengikuti kuliah matematika. Dia menjadi peserta termuda dan peraih medali emas dalam Olimpiade Matematika Internasional, saat usianya masih 13 tahun. Tao meraih PhD dari Princeton di usia 20 tahun, dan gelar profesor di UCLA pada usia 24 tahun. Pemilik IQ 230 ini juga telah mempublikasikan lebih dari 230 makalah riset.
Michael Kaerny Kean (AS) yang lahir pada 18 Januari 1984, di Honolulu, Hawaii ini sudah menjadi mahasiswa saat berusia 10 tahun. Namanya meroket saat dia menjadi satu-satunya pemenang kuis Who Wants to Be a Millionaire dengan total uang yang diperoleh Rp9miliar.
Gregory Smith (AS), bocah kelahiran tahun 1989. Dia terdaftar menjadi mahasiswa saat umurnya 10 tahun. Dia juga peraih Penghargaan Nobel Perdamaian termuda, saat itu usianya 12 tahun.
Akrit Jaswal (India), bocah kelahiran 23 April 1993 dengan IQ 146. Dunia seakan terguncang saat mengetahui Akrit sukses melakukan praktik operasi bedah pertamanya di usia 7 tahun terhadap seorang gadis yang menderita luka bakar.
Christopher Hirata (AS), di usia 13 tahun dia peraih medali emas termuda dalam Olimpiade Fisika Internasional. Pada usia 14 tahun, pemilik IQ 225 ini menjadi mahasiawa di Caltech (California Technology), AS. Di usia 16 tahun, dia sudah bekerja dengan NASA dalam proyek kolonisasi di Mars. Pada usia 22 tahun, Hirata berhasil meraih gelar doktor (PhD) dari Princeton.
Alice Amos, di usianya yang baru 3 tahun dia sudah tercatat sebagai bocah kecil dengan IQ 163, setara dengan Albert Einstein dan Stephen Hawking. Pada 2013 balita ini menjadi anggota termuda di MENSA, organisasi berisikan orang-orang dengan IQ tertinggi di dunia. Dia menguasai bahasa Inggris dan Rusia, serta mahir di bidang matematika.
Lyonda Shafira Huwaidi.
Di Indonesia ada juga sosok yang terbilang prodigy, salah satunya Lyonda Shafira Huwaidi. Di usianya yang ke-15, gadis ini telah terdaftar menjadi mahasiswi di Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma (Unsurya), Jakarta.
Menginjak semester 2, dia berhasil memimpin timnya menjadi finalis dalam Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) tingkat nasional, mengungguli kontestan lainnya yang pada umumnya mahasiswa semester 4 dan 6. Pada September 2019, gadis kelahiran tahun 2000 ini menjadi lulusan Prodi Teknik Penerbangan termuda di Indonesia. Lyonda bercita-cita menjadi ahli roket yang dapat membanggakan Indonesia di mata internasinal.

No comments:

Post a Comment