Wednesday, February 22, 2023

MALAM DI RUMAH PANGGUNG , A Thread , by Kisah Tanah Jawa

 Image

Kelahiranku di dunia manusia memang tidak pernah diharapkan, sebab itu kemudian aku tumbuh dan berkembang di alam gaib, di rumah panggung. Disana aku tidak sendiri, kami berteman dengan anak-anak lain, anak-anak yang juga mati dari keguguran. 

Orang tua kami, menguburkan kami di dekat rumah panggung ini, dan pada saat malam tiba, pada saat orang tua kami sedang tidur dengan pulas, kami sering datang masuk ke dalam mimpi mereka. 

Aku sering datang dengan wujud sebagai pemuda tampan, berkulit putih dengan rambut keriting mirip seperti Bapakku, berhidung mancung dan memiliki lesung pipi mirip seperti Ibuku. 

Kedatanganku tak lain hanya untuk bertemu dengan Ibuku, sosok yang sering aku rindukan, terkadang dalam mimpi aku sering meminta sesuatu kepada Ibu, aku minta dibelikan pakaian baru, topi, dan jaket yang tebal.

Awalnya aku berpikir bahwa Ibu tidak akan mengerti dengan maksud kedatanganku masuk ke dalam mimpinya, namun akhirnya Ibu mau datang juga, Ibu datang ke tempat dimana aku dikuburkan. 

Ibu datang sambil membawa semua barang yang aku minta, Ibu menaruh semua itu diatas kuburanku, Ibu kemudian mendoakan keselamatanku, saat itu aku merasakan kehangatan energi yang membantuku merasa bahagia. 

Namun itu tidak berlangsung lama, entah mengapa aku mulai kesulitan masuk ke dalam mimpi Ibuku, aku pikir di alam sana, Ibu sudah tidak lagi merindukanku, mungkin Ibu sudah melupakanku, Ibu sudah tidak lagi pernah mengirimkan doanya lagi untukku. 

Terakhir yang aku ingat, saat aku berhasil masuk ke dalam mimpi Ibuku, adalah saat dimana aku meminta sebuah nama pada Ibuku, nama untuk anak kandungnya sendiri, nama yang indah untukku, nama anak lelakinya. 

Memang pada saat itu Ibu akhirnya mau memberiku sebuah nama, pemberian nama yang tidak sembarangan, karena Ibu melakukan pemberian nama, lewat ritual selamatan tradisi bancakan, tradisi bagi-bagi nasi kepada anak-anak sekampung. 

Nasi putih yang dihidangkan bersama kluban yaitu urap, aneka sayuran hijau yang direbus, diberi parutan kelapa berbumbu, dengan ditambahi beberapa lauk, yang kemudian dibungkus menggunakan daun pisang. 

Aku memang sudah tidak lagi bisa berkomunikasi dengan Ibu lewat mimpi, karena itu aku mencoba menemui Ibu langsung dengan menampakkan diri, aku tidak bermaksud untuk membuat Ibu ketakutan. 

Tapi penampakan pada malam hari itu, cukup membuat Ibu menceritakan peristiwa itu kepada salah satu sesepuh di kampung kami, Mbah Tejo akhirnya melakukan ritual, memanggilku untuk datang berdialog dengannya. 

Sebelum aku diminta bercerita, Mbah Tejo tampaknya sudah tahu siapa diriku sebenarnya, Mbah Tejo memintaku untuk tidak menampakkan diri kepada Ibuku lagi, dengan sedikit kesal dan marah, aku menjelaskan bahwa aku sama sekali tidak bermaksud untuk menampakkan diri. 

Aku hanya ingin Ibu tidak lupa dengan keberadaanku, tidak lupa mengirimkan doanya untukku, dan aku pun masih ingin meminta permohonan yang terakhir kepada Ibu. 

Dalam dimensi kami, yang tak beda dengan dimensi manusia, kami bisa tumbuh seperti manusia, bahkan bisa kawin, dan beranak pinak, aku cerita banyak soal itu kepada Mbah Tejo, tentang keinginanku dan permintaan terakhirku kepada Ibu. 

Jika semua itu terpenuhi, aku berjanji tidak akan menampakkan diri kepada Ibuku, atau kepada siapapun itu, kami akhirnya bersepakat, dan Mbah Tejo akan segera menyampaikan itu semua kepada Ibu. 

Sejak dialog dengan Mbah Tejo itu selesai, aku bisa kembali masuk ke dalam mimpi Ibu, tampaknya Ibu sudah kembali mendoakan keselamatanku, dan sudah mau mengabulkan permohonanku yang terakhir. 

Sebab pada saat malam itu tiba, di rumah panggung, di dalam bekas wahana permainan anak itu, Ibu datang kembali, sambil membawakan sesuatu yang aku minta, sepasang cincin untuk kami tunangan.

Kontributor: Deli Putra
Ilustrator: Kakak Day 

No comments:

Post a Comment