Tuesday, July 10, 2018

Ketika Persepsi Tentang Tuhan Dipertanyakan

Author: Catatan Indigo09





Suatu hari teman seorang teman kos tidak biasanya tampak rapi dan wangi. Padahal hari masih pagi, belum juga jam 5. Aku pun tertarik menyapa nya.
“Mau kemana Bro?”. Dia pun lalu tersenyum kepadaku.
“Mau ke Gereja. Mau ikut Misa Subuh”. Aku pun tentu saja heran. Biasanya dia hanya ke Gereja seminggu sekali pada hari Sabtu atau Minggu. Kenapa sekarang mendadak mau ikut Misa pagi?
“Tumben Bro, janjian sama cewek ya?”. Aku pun iseng menggoda nya.
“Bukan Bro, sebentar lagi kan ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri. Musti mendekatkan diri pada Tuhan sedikit nih, supaya ada mukjizat. Syukur-syukur diterima”. Dan dia pun berlalu meninggalkan ku yang merenung kemudian.
Teman lain nya pun ada yang melakukan hal yang sama. Tiba-tiba mendadak jadi religius. Rajin sholat subuh. Tiba-tiba berpuasa. Sibuk menyantuni anak Yatim. Rajin membaca Al’Qur-an.  Cuma gara-gara ingin diputusin pacar nya dan ingin mendapatkan gadis pujaan nya itu kembali. Atau malah ingin mendapatkan jodoh baru yang 10 kali lebih baik dan cantik.
Ada juga seorang teman. Juga sangat religius. Taat sembahyang. Tidak pernah lupa pergi ke tempat ibadah. Aktif mengajak teman-teman yang lain untuk ikut dalam kehidupan keagamaan. Hidup tunduk seturut hukum agama nya seperti : mengharamkan musik kecuali musik pujian atau lantunan ayat-ayat agama, berpakaian dan berpenampilan seperti yang diatur di dalam kitab nya, keseharian nya selalu tidak lepas dengan persembahan dan pujian bagi Tuhan. Bagi nya, kalau kita memberikan yang terbaik bagi Allah, Allah akan memberikan yang baik pula buat kita. Tuhan akan marah apabila kita tidak taat, dan apabila kita taat Tuhan akan membebaskan kita dari hukuman dan siksa. Baik di dunia maupun akhirat
Pada hari lain nya Aku menemani seorang teman pergi ke luar kota. Tempat yang dituju adalah daerah Gunung Kawi. Sebuah tempat yang terkenal secara mistis bisa membuat orang kaya mendadak. Hanya saja memang ke sana tidak boleh dengan tangan kosong. Harus membawa sesajen berupa tumpeng dan ubo rampe lengkap. Belum lagi harus membawa hewan-hewan persembahan seperti ayam cemani atau kambing, yang nanti akan dikorbankan. Walaupun hal itu hanya mitos, namun kenyataan nya kawasan itu tidak pernah sepi dari pengunjung yang ingin bertirakat dan mencari pesugihan.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Gunung Kawi adalah tempat untuk mencari pesugihan. Apabila penunggu Gunung Kawi berkenan pada persembahan yang diberikan maka akan jatuh sehelai daun pohon Dewandaru. Daun itu harus dibawa pulang, dan sekejap kemudian kekayaan akan menghampiri. Namun beberapa saat kemudian ada nyawa yang disayangi akan meninggal. Secara mendadak dan misterius.
Renungan
Ketika hanya ingat Tuhan pada saat butuh dan punya keinginan, bukankah tidak ada bedanya dengan memperlakukan Tuhan layaknya dhanyang pesugihan. Namun sebetulnya hal itu begitu jamak terjadi dan seperti wajar dilakukan pada jaman ini. Tidak bisa disalahkan memang, karena memang dogma mengajarkan seperti itu. Dogma agama melukiskan atau menggambarkan wujud Tuhan sebagai seorang penguasa, pengatur dan Raja. Sebentuk sosok yang duduk di dalam istana, duduk di sebuah tahta dan menguasai segala hal dan aspek. Apakah salah seperti itu? Tidak sih, namun ada kekurangan nya.
Penggambaran Tuhan seperti itu di dalam pikiran orang yang beriman atau orang yang percaya kepada nya akan mempengaruhi cara orang tersebut dalam bertindak, beribadah atau melakukan lelaku sesuai kepercayaan nya. Bahkan mempersepsikan pemeluk agama dan keyakinan lain nya. Bagaimana jika Tuhan hanya digambarkan atau dipersepsikan sebagai energi atau gelombang. Yang tidak dapat dilukiskan namun dapat dirasakan kuasa nya dan pertolongan nya. Ada, namun masih harus membutuhkan sesuatu agar menjadi nyata. Persepsi ini akan MENGHINDARKAN manusia dari pola berpikir bahwa Tuhan akan menolong dengan cara yang instan atau sekali jadi. Konsep berpikir yang dimiliki akan berubah, bahwa ingin memberikan pertolongan yang bentuknya seperti apa, lewat apa, instan atau tidak, adalah benar-benar otoritas dari Tuhan sendiri. Dan bukan atas kehendak manusia (menjauhkan manusia dari kekhufuran).
Persepsi ini juga akan menghindarkan diri dari pemikiran yang kurang tepat, yaitu ketika berdoa maka manusia menaruh harapan pada Tuhan. Kenapa kurang tepat, karena sekali lagi ketika manusia berharap pada Tuhan berarti secara tidak sadar manusia memerintah dan menyuruh Tuhan untuk melakukan apa yang diinginkan nya. Menempatkan Tuhan sebagai Maha Pamrih, dimana supaya Tuhan memenuhi keinginan nya, manusia maka manusia harus memberikan sesuatu sebagai tanda kepatuhan atau untuk menyenangkan hati Tuhan. Padahal karakter sejati Tuhan adalah KASIH. Kasih berarti memberikan sesuatu tanpa pamrih, tanpa silih maupun balas jasa. Kasih itu mulia karena tanpa mengharapkan sesuatu atau bahkan walaupun disakiti, namun tetap memberi dan memberikan pertolongan atau penyelamatan. Kalau Tuhan itu Maha Mulia, maka seharusnya dia memiliki karakter Kasih.
Artinya ada persepsi yang lebih tepat ketika berdoa seharusnya. Bagaimana caranya? Yaitu dengan berpikir terbalik, bahwa saat manusia berdoa Tuhan juga senang karena Tuhan ingin menaruh harapan NYA pada manusia. Tuhan berharap dengan berdoa manusia menjadi lebih tangguh, lebih kuat dan mampu menyelesaikan masalahnya sebagai perpanjangan karya penciptaan Nya yang luar biasa. Karakter sejati Tuhan dalam bentuk Kasih akan dengan mudah dirasakan oleh manusia, sebagai sesuatu yang luar biasa dan menaungi  seluruh aspek kehidupan seluruh manusia tanpa terkecuali.
Persepsi Tuhan sebagai energi atau kuasa juga akan memberikan persepsi bahwa Tuhan itu dekat dan riil. Jantung bisa berdetak karena energi. Usus bisa bergerak karena energi. Dan lain-lain. Jadi Tuhan ada dalam diri kita. Dekat sekali. Sangking dekatnya, kadang manusia tidak menyadari nya. Jadi buat apa berdoa dengan suara keras dan lantang, bahkan sampai menggunakan pengeras suara? Sedangkan Tuhan bahkan bisa mendengar ketika manusia berbisik, sangking dekatnya.
Kalau manusia tidak mempercayai kalau Tuhan itu sangat dekat, maka kemungkinan besar manusia pun tidak percaya kalau Tuhan itu memiliki karakter kasih. Itu lah mengapa dalam beragama manusia malah terlalu sibuk dengan memuja dan memberikan pujian. Ketat menerapkan aturan-aturan keagamaan. Memiliki paradigma sempit yang terbatas hanya pada dogma dan kitab agama nya. Itu semua kenapa? Karena manusia tidak percaya kalau Tuhan memiliki karakter Kasih. Manusia menempatkan Tuhan layaknya manusia, yang hanya akan membalas atau memberikan imbal jasa apabila dirinya juga mendapatkan sesuatu atau dipatuhi. Padahal Tuhan tidak seperti itu. Jika Tuhan seperti itu maka habislah sudah manusia, karena setiap manusia yang berbohong pasti akan disambar petir. Setiap orang yang membunuh akan langsung dicabut nyawa nya. Atau setiap orang yang tidak datang ke tempat ibadah akan langsung diambil pula segala miliknya. Belum lagi yang korupsi, membunuh atau mungkin merugikan orang lain. Kenyataan nya Tuhan tetap memberikan hidup dengan segala kemudahan dan kesempatan nya.
Paradigma yang menganggap atau mempersepsikan Tuhan sebagai sosok yang TRANSAKSIONAL itu adalah sebuah KEKELIRUAN. Karena kasih itu artinya memiliki karakter yang anti transaksional. Memberi tanpa mengharapkan balasan. Menolong tanpa pamrih. Menyelamatkan tanpa syarat. Tuhan dapat melakukan semua itu karena dia adalah SUMBER segala nya. Kuasa Nya memungkinkan diri Nya untuk menciptakan dari yang tiada menjadi ada. Lalu siapakah sosok yang karakternya erat atau dekat dengan sifat Transaksional tersebut? Tidak lain dan tidak bukan adalah Setan / Iblis (Evil).
Iblis (Evil) yang selalu meminta sesuatu ketika hendak menolong, menyelamatkan atau memberikan sesuatu. Itulah kenapa dalam setiap ritual pesugihan selalu ada korban darah. Iblis tidak mungkin memberikan sesuatu tanpa meminta sesuatu atau balasan, karena dia BUKAN Sang Sumber. Iblis selalu meminta silih atau sesuatu, untuk kemudian diubahnya menjadi sesuatu yang diharapkan atau diminta oleh manusia. Iblis yang selalu meminta dipuja, disembah dan ditinggikan derajatnya. Kenapa? Karena dia adalah sosok yang hina dan rendah, sehingga selalu butuh pengakuan, butuh ditinggikan, dan butuh dimuliakan. Tuhan tidak butuh semua itu, karena memang dia adanya Sang Maha Tinggi dan Sang Maha Mulia.
Jadi sudahkah anda sebagai manusia mempersepsikan Tuhan dengan tepat? Atau jangan-jangan junjungan yang anda imani sebagai makhluk yang mengaku beragama dan beriman, sebenarnya bukan Tuhan? Silahkan renungkan ini sebagai dasar spiritualitas anda tentang Tuhan.

No comments:

Post a Comment